Tuesday 8 November 2011

Nationality & Nationalism

Dua kata-kata diatas pastilah sering sekali kita dengar dengan spirit yang kadang kala sangat heroik baik itu di tivi, koran, internet ato apapun juga medianya. Kalo gw lihat dalam kamus online sederet.com maka arti dari Nationality adalah kebangsaan dan nationalism adalah nasionalisme. Pada suatu kurun waktu tertentu kita merasa sangat terusik ato terganggu dengan berita-berita negatif yang menggunakan kedua kata tersebut diatas. Kita biasanya merasa sangat tersinggung ketika rasa kebangsaan kita di usik ato juga kita akan mencemooh seseorang yang kurang sadar dengan bangsanya ato yang sejenisnya.


Dalam postingan kali ini gw mencoba untuk membahas persoalan ini secara sepihak & gak ilmiah, maksudnya gw gak meminta petuah ato petunjuk dari narasumber akan ke akurasian telaahan gw ini.

Contoh kasus adalah sebagai berikut :

Kita sebut saja si Kenanga adalah seorang penjual pisang di wet market E-mart ato sering di sebut "Tamu". Dalam istilah orang2 di Sarawak Tamu' artinya adalah wet market dan bukan guest / visitor. Kenanga adalah seorang wanita yang terlahir di pelosok Bulukumba Sulawesi Selatan. Beliau sudah menikah juga dengan seorang lelaki bugis dan di karuniai beberapa orang anak. Singkat ceritanya si Kenanga saat ini sudah memiliki IC merah alias KTP buat Permanent Resident (PR). Ia dan seluruh anggota keluarga sudah menjadi warga Malaysia secara penuh dengan memiliki hak2 yang sama dengan warga pribumi.Sometime kalo emang ada keperluan dan kangen dia juga pulang kampung karena masih banyak keluarga di sana.

Yang kedua adalah Si Pinang Merah. Bapak dengan beberapa anak dan juga cucu ini adalah warga Enrekang Sulawesi Selatan juga. ia sudah menghabiskan 3/4 usianya di Tawau Sabah. Ia dan seluruh anggota keluarganya juga sudah memegang IC merah. Walaupun demikian bapak ini sangat sering pulang ke kampung halamannya di Sulsel dan juga mengirimkan ringgit yang dia kumpulkan untuk membantu kesejahteraan keluarga di sana. Profesi Pinang Merah adalah Plantation Contractors dan juga labour supply.

Yang ketiga Ibu dokter dengan 4 orang anak ini udah hampir 12 tahun mengabdikan ilmu yang ia peroleh dari UGM. Ia di kontrak oleh Jabatan Kesehatan alias Depkes nya Malaysia. Ia menjadi dokter kontrak di Bintulu. Saat ini beliau juga sudah applied untuk permanent resident beserta seluruh anggota keluarganya dan sampai saat ini still in progress. Ketika gw sharing dengan keluarga ini mereka mengatakan sangat tenang bekerja dan hidup di Bintulu Malaysia.

Yang keempat kita namain aja si palem. Pria beranak 3 ini juga sudah 10 tahun lebih menetap di chicago dan menjadi warga amerika. Dia memilih PR di sana karena masalah kerjaan juga sehingga memutuskan untuk menetap di sana. Beliau bekerja di sebuah NGO yang cukup ternama di dunia.

Yang kelima kita sebut saja si jati adalah seorang IT manager dan memilih PR di Ausie Perth. Ia memutuskan menetap disana karena merasa sangat nyaman dengan kondisi dan suasana di sana. Beliau ini masih single loohhh dan belum sampe usia 35 tahun... eehhmmm masih muda sekali yach.

Yang keenam adalah si meranti. Ia hanya memiliki seorang putra yang sekarang udah pre university. Sampai saat ini putra kesayangannya juga adalah berpassport Indonesia walaupun ia lahir di Hawaii dan gak pernah sama sekali sekolah di Indonesia, jadi dia gak tahu deh pancasila, UUD 45, etc. Sepanjang umurnya ia di sekolahkan oleh ORTUnya di International school dengan curiculum cambridge UK.

6 contoh diatas hanyalah cerita dari beberapa pengalaman kawan2 yang kemudian memutuskan untuk pindah / hijrah ke negara laen karena merasa lebih nyaman dan aman dalam menjalani kehidupan. 


Pasti di luar sana akan banyak pendapat / ungkapan dan statement negatif seperti :

a. Dasar gak tahu diri... dulu lahir di Indonesia eehhh kemudian pindah... seperti kacang lupa kulitnya

b. Emmhhh emang gak punya otak sehhh  makanya mudah sekali mau pindah kewarganegaraan. Kerja seh boleh aja di over sea but loe kan tetap berdarah Indonesia

c. Walau hujan emas di negeri orang kan pasti masih enak hujan duit eeeedd salah hujan batu di negeri sendiri. Masih relevan gak seh pepatah ini???...
d. eehhjjjmmmxxx???''''****8ghrrtguuukkk.....guuukkkk

e.,,oooYYtth nbshnnm%^&****kaaiiing...kaing.....

Pasti banyak sekali pendapat dan statement yang negatif.... dan jaraaaaang sekali gw mendengar ada statement yang positif atas keputusan kepindahaan seseorang ke negeri laen yang lebih makmur dan damai. 

Menurut gw kepindahan seseorang ke negeri laen adalah sesuatu yang sangat normal / wajar. Ketika kita terbiasa hidup di suatu daerah yang penuh dengan suasana negatif seperti, kalo mau naek public transport musti berjubel2, berdesak2kan, banyak copet, banyak gepeng, banyak garong & rampok, ada  pak ogah, polisi cepek, kapak merah, etc.... kemudian kita hijrah ke daerah laen yang lebih teratur, infrastruktur baik, aman, damai dan bisa mencari rezeki yang lebih banyak dan yang paling utama adalah potensi diri memang terbukti lebih bisa berkembang maka why not geto loohhh untuk hijrah ke negeri laen. Kita hanya hidup sekali aja dan after that akan masuk kubur. Umur yang ada menurut gw emang sepatutnya di manfaatkan secara positif.

Adapun apakah penting nationality & nationalism. Itu penting sekali tetapi kalo gw sangat moderate dan gak rigid. Contoh di atas adalah Si Pinang Merah, walo udah laaaaamaaa sekale di Malaysia dia tetap rutin mengirimkan uang ke Indonesia. Bukankah uang yang ia kirimkan itu adalah devisa masuk bagi NKRI. Rasa sayang dan bangga dengan tanah tumpah darah kita adalah sesuatu harga mati dan hanya kita sendiri yang dapat merasakannya karena itu tersimpan dalam lubuk hati kita masing-masing.

Bapak BJ Habibie begitu sangat kesohor namanya di Jerman dan sangat di segani. Beliau di perlakukan sangat istimewa bukan karena mantan Presiden RI tetapi karena skill & potensinya. Beliau sangat cinta Indonesia dan ketika Soeharto meminta putra Pare-Pare ini pulang dengan senang hati beliau pulang. Tetapi di negeri sendiri beliau banyak sekali mendapat makian, cercaan, hinaan, hujatan, etc...... ketika menjabat presiden sementara ketika tahun 1998. Kasihan sekali beliau yang merupakan asset bangsa tak ternilai harganya yang kemudian layu di negeri sendiri. Jika beliau mau maka beliau pun akan sangat mudah untuk menjadi PR di Jerman dan gak usah kembali ke NKRI, tetapi beliau bukan seperti itu walau banyak tahun sudah dia habiskan di Jerman bersama kekasihnya Ibu Ainun.

Menjadi warga NKRI akan kita lakoni dan semuanya ada di lubuk sanubari kita  masing-masing. Tidak ada hak sama sekali kita men-Cap seseorang itu gak loyal lah, penghianat lah, musuh dalam selimut lah, etc.

Anak gw yang pertama lahir di Bintulu dan yang kedua lahir di Miri. Ketika mereka ingin bertemu dan mengunjungi kakeknya di kalbar harus pake Passport loh. Please imagine mengunjungi kakek sendiri harus pake passport dan harus bikin passport di KJRI Kuching (lebih kurang 950 km dari Miri). Sampai saat ini kedua anak gw masih warga negara Indonesia dan berpassport Indonesia walaupun dia gak lahir di Indonesia. 


Secara pribadi gw akan memberikan kebebasan kepada anak2 gw memilih kewarganegaraan mereka karena menurut gw yang gak boleh di rubah hanya agama mereka aja. Agama menurut gw adalah mandatory dan mutlak. 

Seberapa penting arti nationality & nationalism menurut teman-teman???.... itu semua adalah sah-sah saja. Kalo pun ada yang kurang menyukai statement gw ini didalam postingan ini juga adalah sah-sah saja. Gw hanya mencoba untuk mengekspresikan apa2 yang di rasakan oleh banyak expartriate yang mereka kemudian pindah ke lain hati dan gak mau lagi menjadi WNI.

Semoga bermanfaat untuk bahan sharing..... cheerssss..



Miri - Sarawak
... Ayah Double Zee ...

9 comments:

al kahfi said...

curahan hati yg sangat nationality,,kalau sy netral sj deh,,so tdk ada pilihan lain,, ya di indonesia lah tempat kelahiran saya, maka sy akan berusaha menjadi warga negara yg baik saja,,

Elsa said...

JENG SUSAAAAAAAAAAAANNNN

mana alamatnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Sarah said...

asal bisa mencukupi kebutuhan hidup dg halal, tinggal di mana pun jadilah ya pak :D

Lidya Fitrian said...

kalau sekarang sih masih setia sama indonesia bang :-D

Mulyani Adini said...

Bila suatu tempat begitu nyaman, aman dan damai dan kita merasa terlindungi kenapa tidak bila kita memilih tempat tersebut dan dimanapun itu.

Biasanya kan orang yang berkata agak pedes, sirik tanda tak mampu.

Sama seperti bunda lidya...masih setia sama indonesia lantaran masih di bilang alhamdullilah nyaman banget di tempat tinggal sekarang.

Ajeng Sari Rahayu said...

sebenernya kelewatan sih kalau misal ada yang pindah trus dikata2in gitu, sesama muslim kan bersaudara di manapun berada ya kita saudara...masa iya saling mengolok2


masalah pindah negara trus menetap kalau saya liat dari ceritanya Om di atas kan ada alasan kuat seperti karena pekerjaan yang nggak bisa ditinggal mungkin dsb. hidup kan perlu kerja kalau nggak kerja nggak bisa hidup...tapi, selama kerja ya jangan diporsir, inget juga sama kewajiban yang lainnya ya kan Om :)


saya nanggepinnya wajar aja sih Om kalau teman2 Om memutuskan untuk menetap di negeri orang...

ROe Salampessy said...

kalo saya sih, nasionalisme boleh2 ajah, asalkan jangan nasionalisme sempit.! terkadang nasionalisme sempit ini melabrak ukhuwah.! entahlah,,


nice share..

salam dari indonesia. hehe..

attayaya-bono said...

aku cuma bisa nyanyi

http://www.youtube.com/watch?v=iWKhYvfJOk4

http://www.youtube.com/watch?v=f1BJXbrywns

http://www.youtube.com/watch?v=as7RqnfrRHU

dll

niee said...

Kadang aku malah mikir yg tinggal di indonesia gak lebih nasionalis dr yg tinggak di luar bang.. hahaha