Dulu, jaman masih single, yang namanya nabung kayanya susaaaaahhhhhh banget buat dilakukan. Entah kenapa ada ajah setan yang dengan sukses membujuk rayu. Misalnya pas awal gajian udah nyisihin beberapa ratus ribu di tabungan, eh tengah bulan pasti ajah tangan gatel buat ngegesekin kartu ATM. Lama kelamaan beberapa ratus ribu ituh menjelma menjadi beberapa puluh ribu, sampai akhirnya hanya tersisa beberapa ribu. Menyedihkan sekali, bukan?
Gw bukan tergolong cewe yang suka belanja baju, make-up, tas, sepatu, dll. Baju biasanya dapet lungsuran dari Nyokap, karena kebetulan badan kita ukurannya ga jauh beda. Kalopun beli, paling pas lagi mudik ke Jakarta, huntingnya di Tanah Abang ato ITC. Prinsip gw dalam membeli pakaian adalah murah, modelnya ok, sehingga bisa beli banyak. Tas juga dapet warisan dari Nyokap. Kalo sepatu, karena kaki gw lebih besar 3 nomor, maka terpaksa beli sendiri. Itupun gw beli yang murah meriah ajah, paling mahal 100rb-an. Make-up jangan dikata, gw termasuk cewe yang agak2 tomboy. Jadi paling banter cuma pake sun block [kerja di hutan kalo ga pake sun block muka bisa jadi kaya pantat wajan], bedak, rexona, parfum, lotion, dan lipstik kadang2. So, kemana dunks perginya uang gaji gw? Iya, ke makanan. Gw adalah tukang ngemil kelas kakap. Kamar gw penuh dengan coklat, biscuit, roti, sereal, dan cemilan2 lainnya. Belum lagi kalo bosen dengan makanan di mess langsung gw ngacir ke warung bakso, gado2, nasi rawon, pecel ayam, roti bakar, dan sebangsanya.
Kalo Ayahnya Zahia lain lagi kelakuannya. Waktu bujangan, Beliau demen banget beli barang dengan harga yang menurut gw ga masuk akal. Seperti beli kemeja 1 biji harganya 300 rb. Celana dalem 2 biji 100 rb. Kaos 1 lembar 200 rb. Sepatu kets 700 rb. Jam tangan harga 2 jeti. Alamakjang!
Perpaduan dua pribadi yang berbeda, dimana yang satu suka menyumbangkan uangnya ke restoran, toko roti, warung makan, dan supermarket, dengan orang yang hobi memakai barang2 branded, sangatlah ideal. Sehingga di awal2 pernikahan kami duit menjadi sesuatu yang keluar masuknya sangat lancar. Masuk 1x pas gajian, keluar berkali2 tanpa meninggalkan sisa di akhir bulan. Maka bisa dibilang walopun kami memiliki pemasukan dari 2 kantong, tapi kantongnya bolong dimana2 dan kami ga berusaha untuk menjahitnya. Jadi kalo dilihat dalam neraca keuangan saldo akhirnya adalah nol rupiah.
Tapi sekarang kelakuan kami berdua di masa2 jahiliyah itu telah berhasil diminimalisir. Kesadaraan itu datang setelah Zahia ada. Dengan tambahan anggota keluarga, yang mana untuk membesarkannya, kemudian menyekolahkan, tentu saja memerlukan uang yang tidak sedikit. Kami pun mulai menata keuangan keluarga dengan sebaik2nya. Ditambah status Abang sebagai karyawan kontrak (rata2 ekspat ga ada yang statusnya permanen, biasanya kontrak per 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, tergantung perusahaannya. Kecuali kalo udah dapet PR), maka kami harus pandai2 menyimpan uang. Awal bulan ketika gajian, gw selaku manager keuangan langsung memotong 50% dari gaji. Uang tersebut gw masukkan ke dalam amplop putih yang sebelumnya telah diberi label “Saving Bulan Sekian”. Uangnya di klip, amplopnya di lem, lalu disembunyikan di dalam lemari. Sisa 50% lainnya gw masukkan ke dalam amplop2 lainnya, seperti: allowance Nyokap, bayar ART, belanja kebutuhan sehari2, jatah Abang untuk dinas luar (karena SPPD nya keluar belakangan), etc.
Pasti sodara2 ada yang ngerasa aneh kenapa koq nabungnya ga di rekening bank ajah, malah ngikutin aliran Jaman Batu disimpen di lemari [ga sama2 banget seh karena kalo Jaman Batu disimpen di bawah bantal]. Laki gw tercinta terkena sindrom tidak-percaya-sama-yang-namanya-bank. What? Hari ginih bo?? Sifat Beliau yang satu ini memang udah mendarah daging, susah banget diubahnya, walopun berjuta kali gw diskusikan dengan memberikan seribu satu macam alasan mengapa menyimpan di bank lebih aman daripada menyimpan di rumah. Mungkin karena udah turunan dari Nenek Moyang. Percaya ato ga, Bapak Mertua gw (= Bapaknya Abang, Ni Akinya Zahia) juga melakukan hal yang sama, begitu juga dengan Bapaknya Bapak Mertua (= Kakeknya Abang, Buyutnya Zahia). So apa boleh buatlah maka gw pun akhirnya menyetujui menabung dengan cara ini.
Apakah cara tersebut manjur sodara2? Alhamdulillah cukup manjur, meskipun pernah juga kami kebobolan beberapa kali. Karena dulu amplop ga di lem makanya tangan suka gatel ngoprek2 & ngambilin sedikit2. Hiks! Tapi cara menabung seperti ini ternyata ada nilai positifnya juga. Jika kurs lagi berbaik hati dengan para TKI [kami memang orang Indonesia dengan jiwa nasionalisme tidak begitu tinggi karena selalu berdoa agar nilai rupiah melemah_maapkan kami Pa SBY & Bu Sri Mulyani], maka detik itu juga kami bisa mentransfer uang ke Indonesia. Dapat dibayangkan dunks kalo uangnya masih di bank yang memilki limit transaksi pengambilan dalam sehari, mungkin baru bisa kirim uang beberapa hari kemudian, dengan kemungkinan nilai tukar sudah tidak setinggi kemarin (kalo lebih tinggi seh malah bersyukur). FYI, di Bintulu, mengirim uang via bank justru lebih murah nilai tukarnya dibandingkan dengan melalui kedai / toko yang membuka jasa pengiriman uang, padahal biaya kirimnya lebih mahal di bank. Lumayan kan kalo perbedannya 50 rupiah. Misalnya mo ngirim 1000 RM udah rugi 50 rb. Maka kami selalu memakai jasa pengiriman uang di toko walaupun terkadang 3 hari baru masuk ke rekening bank yang di Indonesia [yang penting uangnya sampai dengan selamat].
Kesuksesan perekonomian dalam sebuah keluarga kuncinya adalah disiplin, ini menurut gw. Istri dan suami harus disiplin dalam menggunakan setiap sen uang yang diperoleh, berapapun besarnya pendapatan, apakah 2 juta per bulan, atau 20 juta per bulan. Yang harus digaris –bawahi, bahwa sebanyak apapun uang yang masuk, jika kita tidak bijaksana dalam penggunaannya, maka akan habis juga. Tentu saja penyesalan selalu datang di akhir, saat semuanya telah terjadi. Point berikutnya yang juga penting adalah berapapun jumlahnya, setiap bulan harus diusahakan untuk menabung. Dan cara menabungnya bukan di akhir bulan, mengandalkan sisa uang bulan tersebut, tapi harus dipotong di awal bulan saat baru menerima uang. Ada yang punya pendapat lain, Temans?
Gw bukan tergolong cewe yang suka belanja baju, make-up, tas, sepatu, dll. Baju biasanya dapet lungsuran dari Nyokap, karena kebetulan badan kita ukurannya ga jauh beda. Kalopun beli, paling pas lagi mudik ke Jakarta, huntingnya di Tanah Abang ato ITC. Prinsip gw dalam membeli pakaian adalah murah, modelnya ok, sehingga bisa beli banyak. Tas juga dapet warisan dari Nyokap. Kalo sepatu, karena kaki gw lebih besar 3 nomor, maka terpaksa beli sendiri. Itupun gw beli yang murah meriah ajah, paling mahal 100rb-an. Make-up jangan dikata, gw termasuk cewe yang agak2 tomboy. Jadi paling banter cuma pake sun block [kerja di hutan kalo ga pake sun block muka bisa jadi kaya pantat wajan], bedak, rexona, parfum, lotion, dan lipstik kadang2. So, kemana dunks perginya uang gaji gw? Iya, ke makanan. Gw adalah tukang ngemil kelas kakap. Kamar gw penuh dengan coklat, biscuit, roti, sereal, dan cemilan2 lainnya. Belum lagi kalo bosen dengan makanan di mess langsung gw ngacir ke warung bakso, gado2, nasi rawon, pecel ayam, roti bakar, dan sebangsanya.
Kalo Ayahnya Zahia lain lagi kelakuannya. Waktu bujangan, Beliau demen banget beli barang dengan harga yang menurut gw ga masuk akal. Seperti beli kemeja 1 biji harganya 300 rb. Celana dalem 2 biji 100 rb. Kaos 1 lembar 200 rb. Sepatu kets 700 rb. Jam tangan harga 2 jeti. Alamakjang!
Perpaduan dua pribadi yang berbeda, dimana yang satu suka menyumbangkan uangnya ke restoran, toko roti, warung makan, dan supermarket, dengan orang yang hobi memakai barang2 branded, sangatlah ideal. Sehingga di awal2 pernikahan kami duit menjadi sesuatu yang keluar masuknya sangat lancar. Masuk 1x pas gajian, keluar berkali2 tanpa meninggalkan sisa di akhir bulan. Maka bisa dibilang walopun kami memiliki pemasukan dari 2 kantong, tapi kantongnya bolong dimana2 dan kami ga berusaha untuk menjahitnya. Jadi kalo dilihat dalam neraca keuangan saldo akhirnya adalah nol rupiah.
Tapi sekarang kelakuan kami berdua di masa2 jahiliyah itu telah berhasil diminimalisir. Kesadaraan itu datang setelah Zahia ada. Dengan tambahan anggota keluarga, yang mana untuk membesarkannya, kemudian menyekolahkan, tentu saja memerlukan uang yang tidak sedikit. Kami pun mulai menata keuangan keluarga dengan sebaik2nya. Ditambah status Abang sebagai karyawan kontrak (rata2 ekspat ga ada yang statusnya permanen, biasanya kontrak per 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, tergantung perusahaannya. Kecuali kalo udah dapet PR), maka kami harus pandai2 menyimpan uang. Awal bulan ketika gajian, gw selaku manager keuangan langsung memotong 50% dari gaji. Uang tersebut gw masukkan ke dalam amplop putih yang sebelumnya telah diberi label “Saving Bulan Sekian”. Uangnya di klip, amplopnya di lem, lalu disembunyikan di dalam lemari. Sisa 50% lainnya gw masukkan ke dalam amplop2 lainnya, seperti: allowance Nyokap, bayar ART, belanja kebutuhan sehari2, jatah Abang untuk dinas luar (karena SPPD nya keluar belakangan), etc.
Pasti sodara2 ada yang ngerasa aneh kenapa koq nabungnya ga di rekening bank ajah, malah ngikutin aliran Jaman Batu disimpen di lemari [ga sama2 banget seh karena kalo Jaman Batu disimpen di bawah bantal]. Laki gw tercinta terkena sindrom tidak-percaya-sama-yang-namanya-bank. What? Hari ginih bo?? Sifat Beliau yang satu ini memang udah mendarah daging, susah banget diubahnya, walopun berjuta kali gw diskusikan dengan memberikan seribu satu macam alasan mengapa menyimpan di bank lebih aman daripada menyimpan di rumah. Mungkin karena udah turunan dari Nenek Moyang. Percaya ato ga, Bapak Mertua gw (= Bapaknya Abang, Ni Akinya Zahia) juga melakukan hal yang sama, begitu juga dengan Bapaknya Bapak Mertua (= Kakeknya Abang, Buyutnya Zahia). So apa boleh buatlah maka gw pun akhirnya menyetujui menabung dengan cara ini.
Apakah cara tersebut manjur sodara2? Alhamdulillah cukup manjur, meskipun pernah juga kami kebobolan beberapa kali. Karena dulu amplop ga di lem makanya tangan suka gatel ngoprek2 & ngambilin sedikit2. Hiks! Tapi cara menabung seperti ini ternyata ada nilai positifnya juga. Jika kurs lagi berbaik hati dengan para TKI [kami memang orang Indonesia dengan jiwa nasionalisme tidak begitu tinggi karena selalu berdoa agar nilai rupiah melemah_maapkan kami Pa SBY & Bu Sri Mulyani], maka detik itu juga kami bisa mentransfer uang ke Indonesia. Dapat dibayangkan dunks kalo uangnya masih di bank yang memilki limit transaksi pengambilan dalam sehari, mungkin baru bisa kirim uang beberapa hari kemudian, dengan kemungkinan nilai tukar sudah tidak setinggi kemarin (kalo lebih tinggi seh malah bersyukur). FYI, di Bintulu, mengirim uang via bank justru lebih murah nilai tukarnya dibandingkan dengan melalui kedai / toko yang membuka jasa pengiriman uang, padahal biaya kirimnya lebih mahal di bank. Lumayan kan kalo perbedannya 50 rupiah. Misalnya mo ngirim 1000 RM udah rugi 50 rb. Maka kami selalu memakai jasa pengiriman uang di toko walaupun terkadang 3 hari baru masuk ke rekening bank yang di Indonesia [yang penting uangnya sampai dengan selamat].
Kesuksesan perekonomian dalam sebuah keluarga kuncinya adalah disiplin, ini menurut gw. Istri dan suami harus disiplin dalam menggunakan setiap sen uang yang diperoleh, berapapun besarnya pendapatan, apakah 2 juta per bulan, atau 20 juta per bulan. Yang harus digaris –bawahi, bahwa sebanyak apapun uang yang masuk, jika kita tidak bijaksana dalam penggunaannya, maka akan habis juga. Tentu saja penyesalan selalu datang di akhir, saat semuanya telah terjadi. Point berikutnya yang juga penting adalah berapapun jumlahnya, setiap bulan harus diusahakan untuk menabung. Dan cara menabungnya bukan di akhir bulan, mengandalkan sisa uang bulan tersebut, tapi harus dipotong di awal bulan saat baru menerima uang. Ada yang punya pendapat lain, Temans?
NB: Saat ini kami juga sudah mengajarkan menabung kepada Zahia. Ayahnya membuatkan celengan dari kaleng bekas susu kental manis yang ada tutupnya [pengiritan neh ceritanya, karena daripada beli bagus gunain yang ada]. Setiap habis shopping dan ada duit kembalian berupa koin kami akan memberikannya kepada Zahia. Mulai dari koin 50 sen yang besar dan tebal, sampai koin 5 sen yang kecil dan tipis, Zahia udah bisa masukin ke celengan. Good Girl, Princess. Yang rajin nabungnya yah Sayang.
19 comments:
setuju bgt emag kayaknya nabung musti langsung dipisahin diawal, kalo gak , gak bakalan nabung2, alias abis duluan....(hiks pengalaman pribadi neeh)
Khan ada Bank Syariah, gak mau juga ayahnya zahia?
Wah salut banget nih sama ayahnya Zahia yg udah buatin celengan, hehehe... belajar menabung sedari kecil ya Zahia ;-)
Salam kenal ya Bunda & Zahia....
ina juga udah mulai nabung...ina taunya kalo uang koin itu gopek hehehe...
Mom, sebenarnya aku udah tau nabung itu harus didepan, tapi utk merealisasikannya koq susyahh banget, pengen dech aku seperti mbak susan yang disiplin dlm mengelola keuangan keluarga....setiap bulan amplop aku bolong terus nech hiks.....
Mbak, kayaknya aku udah add FBnya dech...coba cari nia uly (alqoernia@yahoo.com)
halooo bunda Susan... Salam kenal, mbakkk... duuuh,cantik dan ayune si bunda...:-)
thanks for visiting my blog, lagi mau nyelesaikan banyak PR nih, mbak (kan baru pindah from KL to krakow), jadi mohon maaf yah baru bales salam taarufnya, mbak...;-)\
goodLuck! barokallah...:-)
Setuju, bun... nabung itu musti di awal. Kami juga seperti itu, bun, tp bedanya, kami nabungnya di bank dengan rekening yang dipisah antara rekening untuk pengeluaran rutin dengan rekening untuk tabungan. Yg rekening utk tabungan gak pake ATM, supaya gak jebol :D
Tiap gajian, dr kantor otomatis transfernya ke rek utk pengeluaran rutin itu, suami juga mentranfer gajinya ke saya melalui rek yang sama. Setelah itu baru deh saya transfer jatah tabungan ke rekening utk nabung. Kalo gak kayak gitu, gak bisa2 nabungnya :D :D
O ya, Zahia udah pinter nabung ya?? Selamat ya sayang... Zahia pinter deh :)
Loh kok ga updated di hp ku ya postinganmu say? Buka di web baru ada.
Wah kalau tabung di lemari, gimana klo tiba2 hilang? Kalau semakin banyak amplopnya kan susah juga disimpan? Belikan emas batangan saja, lebih aman, lalu simpan di save deposit box.
Eh klo aku sih ga begitu suka beli utk ngemil soalnya takut gemuk :D Tp utk k restoran iya suka hehee..
hihi..hebat neh cara tradisional menabung, coba tar kucoba bakal sukses gak ? :)
Wah si kecil dah pinter nabung yak, yang rajin ya sayang :)
Rajin menabung pangkal kata itu pepatah lama ya mbak.
Kita dirumah juga iseng2 punya celengan masing2 1 loh :)
setuju tuh mba syusan, tiap kali gajian dimasukin ke amplop-amplop. Biar disiplin. Jempol dewh.
Ikhsan juga muali seneng memasukkan uang recehan ke celengan. Ampe dompetku diacak-acak karena ikhsan nyari uang receh buat dimasukin celengannya hehe..
Bun, kalau mau add fb aku di lidya@fitrian.com ya thx
Nabung emang gampang2 susah ya. Biasanya sih kalo aku dipisahin dr awal bulan biar gak keburu jebol. Tapi ada kalanya jebol juga sih hehe..
Hola dedek Zahia,
pintar sekali menabungnya, bagi2 kakak ALiyyah ya kalo besok coin box-nya dibuka. OH ya, kapan2 main ke blognya kakak ya, salam dari bunda nih ... katanya ngiri dengar ceritanya bunda dek Zahia yang punya hobi sama, ngemil, tapi badannya tetap langsing. Apa rahasianya yak :D
emang nabung itu tetep penting, utk hal2 yang tdk kita duga sebelumnya...nabung jga ahh...meski msh bisa hanya sedikit...he he ...
Perlu dicontoh nehh, soalnya habis trs gak bisa nabung, hix..
nampaknya si dia dah punya prinsip untuk planning hidupnya.......makanya sudah mau belajar nabung...salam knal ya bang....dari aku...aditya...
yah kalo aku duit ga dimasukin bank ya pasti abis...ga bisa ngumpul..godaannya lebih besar hehe
Dear All. Maap yah baru bisa comment, soale signal di camp lagi buruksssss bangetz. Jadi susyeee banget kalo mo internetan :-(
Ibu Dzaky & Fai : Betul Jeng kalo nabung ga diawal bisa bablas. Iya neh ayahnya Zahia mo yang namanya Bank Syariah, Bank Pemerintah, Bank Swasta, semuanya ga Beliu percaya :-(
Momy Danis : Thanks yah Mom dah mampir kesini. Salam kenal juga buat Danis dari Zahia :-) Saya link yah blognya. Thanks
Mama Ina : Toss dunks Ka Ina & Zahia ternyata sesama penggemar koin. Udah berapa duit di celengan Ka Ina? Tadi pagi Bunda hitung duit Zahia udah ada 35 RM. Hehehe.....lumayan
Ummi Azzam : Thanks yah Mba dah mampir ke blog kami. Saya link blognya. Btw krakow tuh dimana? Hihihi jadi ketaun deh kalo dulu suka bolos pelajaran geographi
Mama Raja : Setuju Jeng, kalo tabungan pake ATM pasti tangan gatel buat ngegesek hihihi. Ayo Bang Raja kita nabung sama2, tar duitnya kalo dah kekumpul buat beli laptop
Mami Vaya : Insya Allah aman ko Mba. Lagian kalo duitnya dah kekumpul & kurs lagi ok langsung deh kita kirim ke Indonesia, trus duitnya dipake buat beli tanah. Kami milih jadi Tuan Takur Mba (Tuan Takur kalo di pilem2 Indihe itu pemilik banyak tanah)
Ibu Elang : Kalo dah sukses kabarin yah Jeng :-)
Mama Pascal : Wah Ka Pascal & Mama lomba menabung yah sapa yang paling banyak. Oya Ka Pascal kalo duitnya dah banyak mo dibeliin kereta api ato laptop?
Ibu Ikhsan : Waduh Ka Ikhsan, kalo ngacak2 dompet Ibu jangan ambil yang receh2 ajah, yang warna merah lebih ok loh (hihihi ngajarin yang ga betul)
Mama Kyara : Sama Tik, gw juga kadang2 jebol. Mungkin kita harus bikin tanggul yang lebih kuat yah :-)
Bunda Aliyyah : Syiiippp, tar kalo celengannya dipecah Zahia traktir Ka Aliyyah. Ok, tar Zahia main yah ke blog Kaka. Kata Bunda rahasianya miara cacing yang banyak dalem perut, soale Bunda juga bingung makannya buanyakkkk kaya kuli tapi susah banget nambah berat badannya
Bunda Kayla : Gpp Bun sedikit demi sedikit kan lama2 menjadi bukit :-)
Bunda Nayla : Asal jangan nyontoh yang bagian kebobolannya yang Bun. Tapi kami juga masih dalam tahap belajar ko soalnya kadang2 tangan suka gatel ngambilin sedikit2 dari amplop ituh hiks....
Mas Adit : Thanks yah dah mampir ke blog kami
Bunda Kiki & Azkia : Iya Bun ternyata menabung juga penuh godaan seperti lagi puasa yah hehehhe. Oya, saya link yah Mba blognya. Maap baru sempet nge-link malem ini
Aya pinter ya..... =)
Jd inget celengan uang receh waktu di kosan dulu ya San.....hehehe....
Shmily Family : Pinter dunks Tante Indah....sapa dulu emaknya :-) Hihihi, lo inget ajah kalo mengenai uang Ndah!
Kirim Komentar » Blogger Comment Form